Senin, 31 Oktober 2011

Kebudayaan

Definisi Kebudayaan Menurut para Ahli

Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:

1. Edward B. Taylor
  Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.

2. M. Jacobs dan B.J. Stern
   Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.

3. Koentjaraningrat
   Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.

4. Dr. K. Kupper
    Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.

5. William H. Haviland
    Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.

6. Ki Hajar Dewantara
     Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

7. Francis Merill
  • Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
  • Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
    Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.

9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
     Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.

10. Robert H Lowie
     Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.

11. Arkeolog R. Seokmono
     Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

Kesimpulan
     Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat

Minggu, 30 Oktober 2011

KEGURUAN : DELAPAN ETOS KEGURUAN

“Mendidik bukan pertama-tama urusan membuat murid pintar pelajaran matematika atau ekonomi tetapi urusan kesetian menemani murid untuk menghasrati api yang luhur dan memperoleh kebiasaan-kebiasaan hidup yang luhur. Kesetiaan mendampingi murid untuk mencapai keluhuran itulah ‘jalan guru’. Buku ini berkisah tentang ‘jalan guru’ itu.”
            Etos kerja sendiri dirumuskan sebagai semangat, pola pikir dan mentalitas yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang khas dan berkualitas. Dengan demikian etos keguruan dapat dimaknai sebagi semangat khas yang menjadi vitalitas kerja, kegembiraan hati yang menjadi semangat kerja dan gairah batin yang menjadi stamina kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
            Etos keguruan adalah upaya untuk memperkuat karakter para guru. Sebab, ibarat otot, karakter akan memadat dengan semakin kokohnya perilaku karena terus-menerus digunakan secara tekun dan bertujuan. Diawali dengan pendalaman akan pengertian etos, lalu dilanjutkan dengan survei persepsi masyarakat tentang guru, penulis kemudian mengelaborasi dan mengetengahkan perumusannya tentang apa yang dinamainya etos keguruan.
            Problematika dalam dunia pendidikan semakin kompleks seiring dinamika kehidupan yang juga semakin secapat perubahannya. Pendidikan disoroti oleh masyarakat tidak hanya pada mutu lulusan sebagai output proses pembelajaran, tetapi juga pada aspek dan komponen yang saling berkaitan, temasuk diantaranya masalah guru dan problematika keguruan.
            Sebagian masyarakat meyakini faktor penentu keberhasilan pendidikan berada pada mutu guru dan tanggung jawab yang diembannya. Riset-riset tentang faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dan kontribusinya menunjukkan signifikasi kuat pada kinerja, kompetensi, motivasi, dan lain-lain yang melekat pada guru. Pada kisah tentang Laskar Pelangi dapat menguatkan keyakinan kita bahwa guru memegang peranan yang dominan bila dibandingkan dengan kelengkapan sarana dan prasarana sekolah seperti yang ada pada figur kuat guru sekaliber ibu Muslimah dan pak Harfan.
            Sebuah karya yang tidak hanya berguna bagi guru dalam merefleksikan pengabdiannya selama ini, tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan pada bidang pendidikan agar sama-sama membangun dan mengapresiasikan peran strategis sang guru. Dan kami mencoba meringkaskan 8 (delapan) etos keguruan tersebut sebagai berikut  :


1.         Etos 1 Keguruan adalah Rahmat

            Menerima jalan hidup sebagai guru harus diterima dengan rasa syukur sebagai rahmat yang oleh penulis dijabarkan sebagai rahmat umum dan rahmat khusus.
Dalam artian umum jalan rahmat keguruan memberikan kebaikan tanpa batas kepada siapa saja tanpa pilih kasih, tanpa pandang bulu, diminta atau pun tidak, diharap atau ditolak seperti halnya air hujan yang memberi rahmat kehidupan di Bumi. Tidak ada jalan hidup yang dilaluinya selama masa pendidikan, dimana pun dan siapapun pasti bersentuhan dengan jejak pena guru secara formal, maupun non formal.
            Dalam artian khusus, keguruan merupakan rahmat Tuhan yang hanya diberikan pada orang-orang tertentu (tentu saja karena dipercaya Tuhan) dengan bakat dan kemampuan tertentu pula. Karena tidak semua orang pintar bisa mengajar, dan tidak semua orang terampil mampu melatih, dan tidak semua orang berbudi mampu mendidik. Seorang guru alah pribadi pilihan yang diberikan rahmat dengan talenta dan kompetensi keguruan yang khas, seperti halnya kekhasan seorang dokter dan keunikan seorang seniman dalam menjalankan profesinya. Sebagai seorang guru kita harus dapat mempercayai rahmat, mensyukuri rahmat, mengelola rahmat dan selalu setia pada rahmat sehingga etos rahmat kita semakin kuat yang pada akhirnya kita semakin banyak mengalami rahmat dan bermetamorfosa menjadi guru yang rahmatan.

2.         Etos 2 Keguruan adalah Amanah

            Melaksanakan tugas keguruan merupakan amanah yang di titipkan kepada guru oleh siswa (murid) untuk masa depannya dan oleh orang tua untuk menumbuh kembangkan budi pekerti dan nurani, meningkatkan intelegensi, dan menerampilkan kecakapan hidup (lifeskill) bagi anaknya, serta amanah Allah menebarkan ajaran kebenaran, kearifan, dan lain-lain sebagai perwujudan tugas kekhalifahan di muka bumi. Meski secara umum tugas kekhalifahan berlaku untuk semua orang, tugas guru menjadi lebih dominan peranya. Sebagai penerima amanah seorang guru harus bertanggung jawab secara baik dan benar karena pada akhirnya nanti akan diminta pertanggung jawaban oleh pemberi amanah.
            Amanah keguruan setidaknya dikupas dalam tiga bagian, yaitu mendidik agar siswa berbudi pekerti, berhati nurani, dan beretika-estetika, mengajar agara siswa berkembang kecerdasannya, ketajaman analisisnya, dan akurat pengambilan keputusannya, dan melatih agar siswa terampil dan ahli melaksanakan tugas sesuai dengan bidang pekerjaannya.
            Etos amanah yang melekat pada seorang guru akan terefleksi dalam bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan tugas-tugas keguruannya. Sehingga akan menyingkirkan halangan rintangan dalam pencapaian kualitas tinggi hasil bejar seperti perilaku membolos, tidak jujur, subjektif, mengajar seadanya, dan lain-lain.

3.         Etos 3  Keguruan adalah Penggilan

            Tugas keguruan adalah panggilan suci, kewajiban luhur, dan perbuatan mulia atau disebut dengan ‘darma’. Secara umum panggilan suci ini berlaku dan dibebankan kepada semua manusia, tetapi secara khusus hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menerima frekuensi resonansi panggilan tersebut untuk melaksanakan tugas keguruan yaitu mendidik, mengajar, dan melatih anak bangsa ini.
            Dalam uraiannya, Jansen Sinamo menjabarkan pengertian khusus panggilan suci sebagi sebuah vocation, sebagai bentuk pekerjaan khusus yang dianugerahkan Tuhan. Seorang guru yang terpanggil secara khusus melaksanakan tugas-tugas keguruan akan memiliki motivasi kuat dan tangguh, visi dan misinya jelas dan dihayatinya secara religius. Rasa keterpanggilan juga menimbulkan keberanian moral, keteguhan hati dan integritas tinggi dalam berkarya yaitu seimbang antara emosi, pikiran dan jiwa. Pada akhirnya juga menjadi senjata yang ampuh dalam mempertahankan idealisme manakala menemui halangan-rintangan yang kerap menghampiri dan menghalanginya dalam melaksanakan tugas sucinya sebagai seorang guru dan akan menjadi seorang guru yang pemberani, penuh semangat, penuh gairah dan antusias.

4.         Etos 4  Keguruan adalah Aktualisasi

Aktualisasi adalah proses mengubah potensi menjadi aktualitas, menjadi nyata. Tugas keguruan sebagai aktualisasi untuk melaksanakan proses menggali potensi siswa menjadi wujud nyata keberhasilan menjadi manusia yang berguna dalam arti yang positif kelak kemudian hari. Potensi unik siswa yang terselubung bagi sebagian orang, oleh guru diaktualisasikan dalam kemampuan-kemampuan secara bertahap tumbuh dan berkembang dengan dengan hasil nyata menjadi manusia berbudi, berwawasan, dan berkeahlian.
Proses aktualisasi memerlukan kerja keras, menerjang halangan, menerobos rintangan, menjungkirkan penghadang tetapi kerja keras disini bukan berarti kita menjadi kecanduan kerja (workaholic). Tidak ada hasil besar tanpa kerja keras. Oleh karena itu perlu visi dan target yang memotivasi (mengilhami) kerja keras yang mampu mengalahkan kelelahan, kejenuhan, dan kemalasan dan juga kelemahan diri sendiri.
Etos keguruan sebagai aktualisai juga berimplemetasi pada pengembangan potensi diri seorang guru yang berjalan secara alamiah, terasa mudah untuk dilakukan, jauh dari rasa bosan, depresi, dan menghindar dari tanggung jawab. Dalam kehidupan semesta ini kita selalu dituntut untuk tumbuh, berkembang dan beraktualisasi sebaik-baiknya, belajar dan mengajar dengan serius penuh sembangat hingga menjadi prima, optima dan ultima.

5.         Etos 5  Keguruan adalah Ibadah

            Melaksanakan tugas sebagai seorang guru dipandang sebagai bentuk pengabdian sepenuhnya kepada sang Maha Pencipta, Pemberi amanah kekhalifahan, dan Pemelihara alam semesta. Etos ini memberikan makna yang tinggi terhadap pelaksanaan tugas keguruan ke dalam pusat hati nurani yang paling dalam. Karena secara kodrati setiap manusia mengagumi keagungan sang pencipta yang nampak jelas (dalam bentuk alam semesta) maupun secara tersembunyi dalam hukum-hukum alamnya, maka tugas agung dan mulia keguruan sebagai ibadah memberikan dorongan kuat bagi guru untuk menghasilkan kinerja terbaiknya.
            Motivasi kerja harus dapat kita ubah menjadi motivasi transendental kita tidak hanya ingin memuaskan manusia tetapi juga berkehendak memuaskan Tuhan, sehingga kita bekerja dengan modus pengabdian penuh suka cita dan rasa cinta tidak dengan terpaksa atau setengah hati.
            Penjabaran etos keguruan sebagai ibadah mengurangi motivasi transaksional pekerjaan guru bukan hanya sekedar hubungan upah pekerjaan. Akan tetapi menjadi sangat luhur dan mulia diatas sekedar uang dan mateial semata. Kerja adalah Ibadah dan kita perlu memperhitungkan hidup di akhirat yang kela akan kita jalani.

6.         Etos 6  Keguruan adalah Seni

            Keterampilan mengajar seorang guru menjadi sempurna manakala disertai kreatifitas dalam strategi dan implementasi ketika mengajar. Pada topik yang sama tidak selalu ditempuh melalui metode dan teknik yang sama. Guru perlu mengkreasikan agar kegiatan menjadi lebih menarik, dan hal ini berkaitan erat dengan seni kreasi mengajar. Seorang guru harus mencari gagasan yang kreatif, cerdas dan mempunyai cara untuk membuat siswa menjadi bergairah dalam belajar sehingga dapat menunjukkan bidang kecerdasan atau bakatnya.
            Sesungguhnya pekerjaan apa pun khususnya mengajar bila dihayati sebagai seni, bukan saja positif hasilnya, tetapi sekaligus menjadi sumber energi rohani bagi sang pekerja, bagi guru tersebut (8 etos keguruan, hal 154).
Dengan seni dan kreatifitas itu pula tugas keguruan menjadi sangat menggairahkan karena akan dipenuhi dengan daya cipta, kreasi kreasi baru dan gagasan-gagasan inovatif.
            Etos seni dalam keguruan apabila dipahami dan menjalankan dengan baik dan benar akan mampu mengubah kesulitan menjadi daya tarik, kerumitan menjadi keteraturan, keburukan menjadi keindahan, kekurangan menjadi kelebihan, dan lain-lain. Seorang guru bisa menjadi seniman dalam berbagai bidang pengajaran dalam arti kata seorang guru dapat menjadi maestro dalam bidang pengajaran. Kemampuan ini membutuhkan daya pengembangan dalam diri seorang guru dengan cara mengembangkan antusiasme melaksanakan tugas keguruan.

7.         Etos 7  Keguruan adalah Kehormatan

            Pekerjaan seorang guru adalah pekerjaan terhormat yang membidani semua profesi dan keberhasilan orang-orang besar. Penulis pengupas secara rinci dimensi kehormatan pekerjaan guru secara okupasional, psikologis, sosial, finansial, moral, personal, dan profesional.
            Secara fundamental, kehormatan berakar pada kualitas yang unggul terutama keunggulan budi dan keunggulan karakter yang menghasilkan kerja dan kinerja yang unggul pula. Pada masyarakat kita masih banyak yang suka meletakkan kehormatannya pada penampilan luar dan pemilikan benda-benda. Rasa harga diri secara terhormat akan melahirkan kepercayaan diri yang tinggi yang mendukung prestasi unggul dalam mengajar. Dari etos guru seperti inilah dapat diharap lahir pribadi siswa yang berbudi, berhati mulia, tajam analisisnya, akurat keputusannya, terampil keahliannya.

8.         Etos 8  Keguruan adalah Pelayanan

            Tugas keguruan adalah melayani siswa agar berkembang potensinya secara maksimal, mencapai kecakapan hidup yang diperlukan, menjadi abdi yang berakhlak mulia, menghantar anak menggapai cita-citanya. Seperti termuat dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang hak perserta didik dalam pendidikan.
            Etos pelayanan dalam keguruan (seperti juga dalam pemasaran dan jasa) melahirkan kepuasan pada anak didik dan pemangku kepentingan (stakeholder) pelanggan. Dalam prosesnya guru berkembang menjadi manusia yang mulia, yaitu bahwa dalam dirinya terbentuk karakter melayani dengan rendah hati menuju kesempurnaan akhlak insani.
Indonesia yang lebih baik bisa diharapkan jika benih-benih cinta makin banyak bermekaran dalam konteks pembelajaran formal, non-formal, maupun informal. Itu sebabnya 8 Etos Keguruan ini menempati posisi yang strategis, sebab, jika dengan makin banyak orang menyadari, menginginkan, dan memperjuangkan dirinya menjadi guru profesional sebagaimana ramai dicontohkan dalam buku ini. Maka setidaknya akan lahir tiga cinta : Pertama, kecintaan pada profesi mengajar-belajar agar orang muda menjadi insan-insan yang siap belajar. Kedua, kecintaan belajar itu sendiri (love for learning, agar pembelajar mendapatkan air jernih yang kaya mineral dari gurunya yang terus belajar). Dan Ketiga, kegemaran untuk berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan (love for sharing knowledge and ignorance). Mereka yang tertarik untuk dan yang sudah terlanjur menekuni profesi keguruan dalam berbagai variannya ; dosen, pengajar, pembicara, trainer, fasilitator pembelajaran, dsb akan mendapatkan banyak inspirasi dengan menikmati buku ini.

Kesan-kesan  dan  catatan dari  saya :

            Sesuai dengan asalnya dari  bahasa Sansakerta, kata Guru adalah kata ‘gu’ yang berarti kegelapan dan kata ‘ru’ yang berarti terang. Seorang guru mengubah ketidak tahuan seorang murid menjadi tahu, tidak paham menjadi mengerti.
Saya semakin sadar betapa vitalnya peranan seorang guru dalam arti luas bagi perkembangan anak bangsa yang menitipkan masa depannya kepada guru.
Dalam buku ini penulis secara gamblang menjabarkan tentang 8 etos keguruan yang apabila dipahami dengan benar dan mendalam serta diamalkan dengan seksama dan paripurna akan menjadikan seorang guru menjadi pribadi yang memiliki etos kerja yang baik yang mengutamakan pengabdian pada profesinya secara profesional dan semakin baik dalam hal ini menjadi seorang guru yang semakin berkarakter, berkompetensi, berkonfiden dan berkharisma, tanpa membandingkan antara tugas yang diembannya dengan imbalan yang diterimanya. Seorang guru hendaknya dapat menjalankan Tri Darma keguruan yaitu Pendidikan, pengajaran, Pelatihan.
            Dari buku ini kita juga dapat mengetahui bagaimana seharusnya kita bekerja yaitu bekerja tulus penuh rasa syukur, bekerja benar penuh tanggung jawab, bekerja tuntas penuh integritas, bekerja keras penuh semangat, bekerja serius penuh kecintaan, bekerja cerdas penuh kreatifitas dan bekerja tekun penuh keunggulan serta bekerja peripurna penuh kerendahan hati. 
Sumber :
Jansen Sinamo